Jakarta, Pekan ini, ekspansi baru Destiny 2 resmi meluncur bernama The Edge of Fate. Ekspansi ini sebenarnya membawa berita besar karena menjadi awal dari kisah cerita baru—plus ada perubahan signifikan pada sistem game yang katanya akan bikin gim lebih ramah untuk pemain baru dan lebih menantang bagi veteran.
Secara teori, ini adalah saat yang pas buat memulai lembaran baru bagi gim yang usianya sudah lumayan tua ini. Tapi sayangnya, kenyataan bicara lain.
Gairah Pemain Memudar
Kalo dulu setiap kali ekspansi anyar keluar, temen-temen saya yang udah lama enggak main biasanya balik lagi. Mereka excited banget sama gameplay khas Destiny 2 hasil racikan Bungie yang emang susah ditandingi.
Tapi saat peluncuran The Edge of Fate, malah sunyi. Enggak ada ledakan pemain seperti waktu-waktu sebelumnya. Bahkan angka konkurensi Steam Destiny 2 justru anjlok. Sebagai perbandingan:
- The Final Shape (2024): 300 ribu+
- Lightfall (2023): 300 ribu+
- The Edge of Fate (2025): Hanya 99.193 pemain
Saking rendahnya angka itu, bahkan update gratis Into the Light aja sempet tembus angka 122.000 pemain online!
Alasan Lebih Rumit dari Sekadar Server atau Download
Jelas ini bukan sekadar soal koneksi buruk atau ukuran file besar 100 GB yang membuat orang sulit install. Karena meskipun peluncuran The Edge of Fate memang cuma bisa di-preload lima jam sebelum rilis (biasanya bisa seharian), angka pemain tetap tak pulih ke level ekspansi sebelumnya bahkan sampai hari kedua.
Jadi, apa masalah sebenarnya?
Bungie Tenggelam dalam Mistakes Beruntun
Kalau kamu mikirin hanya soal bagus atau enggaknya ekspansi terbaru, sih, ya… sepertinya The Edge of Fate sendiri oke-oke aja. Saya sendiri lumayan suka dengan alur ceritanya. Masalahnya, ini adalah akumulasi dari banyak kesalahan Bungie di masa lalu yang akhirnya numpuk jadi beban besar.
Bulan Juni 2024, misalnya, mereka merilis ekspansi The Final Shape yang dapat sambutan positif dari kritikus. Sayangnya, setelah itu berbagai skandal muncul satu per satu:
- Juli 2024: Bungie melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal hingga 220 orang.
- Agustus 2024: CEO Pete Parsons digosipkan habiskan lebih dari $2,4 juta untuk koleksi mobil antik. Isu ini langsung viral di kalangan pemain dan komunitas gim.
- Mei 2025: Banyak desain seni terbukti dicuri tanpa izin dari kreator independen.
- Bulan yang sama juga diwarnai dengan turunnya semangat tim pengembangan secara keseluruhan.
- Juni 2025: Proyek gim Marathon yang ditunggu-tunggu harus mundur jadwal karena respons negatif dari uji coba internal.
Seorang mantan pengembang yang sempat bicara secara anonim ke IGN beberapa waktu lalu menyimpulkan semua ini: "Banyak pihak di atas kayaknya enggak mendengarkan data. Mereka masih percaya bahwa pemain tetap menyukai kami, padahal faktanya nggak gitu."
Masa Depan Destiny 2 Masih Belum Jelas
Dengan semua isu itu, apakah Destiny 2 punya harapan? Ini pertanyaan yang susah jawabnya. Kalopun Bungie ingin mengejar pemain lamanya atau menarik pendatang baru, mereka harus mulai dari nol lagi. Selain fokus ke gameplay dan konten baru, Bungie perlu bangun ulang kepercayaan publik.
Dalam dunia gim modern, reputasi sangatlah penting. Dan kalau hal ini tidak dibenahi, bukan tidak mungkin Destiny 2 bakal dibiarkan pergi begitu saja oleh para pemain setianya sendiri.
Artikel ini hasil dari generate AI dan telah dimoderasi oleh tim internal VIVA.co.id